Happy Reading!

Minggu, 16 Agustus 2015

Saat ini, aku lah wanita paling bahagia. Menurut versiku.

Aku; perempuan dengan wajah pas-pasan, kulit kusam, dan tubuh rata depan belakang, nekat berpacaran dengan lelaki rupawan, bertubuh atletis tinggi menjulang. Begitu jomplang, bukan?
Aku bukannya tak curiga. Bahkan sudah sering aku bertanya; apa yang membuatmu mampu bertahan denganku?
Sesering itu pula ia meyakinkanku; aku nyaman berada di sampingmu, dan sebegitu nyamannya aku denganmu.
Tidak, aku belum puas; apa sudah bosan dengan wanita cantik?
Katanya; sama saja, semuanya nanti juga jelek dimakan usia.
Sekali lagi aku bertanya, kali ini pada Sang Pencipta; terbuat dari apa hati makhlukMu yang satu ini?
Tapi yang ku dapat adalah bahwa Tuhan menciptakanmu untuk mengajarkanku tentang sebuah ketulusan.
Terima kasih untuk tidak percaya dengan jatuh cinta pada pandangan pertama. Karena mustahil rasanya membuatmu jatuh cinta dengan hanya melihatku.
Sekali lagi, terima kasih...
Dari wanita paling bahagia, menurut versiku.

Senin, 09 Maret 2015

Malam ini terasa lebih dingin dari biasanya. Aku merasa dia begitu.

"Kerinduan hanya terasa selama yang kita inginkan, dan menyayat sedalam yang kita izinkan",
Begitu kira-kira yang kuingat.
Aku memilih,
Untuk merelakan rindu itu menyayat jauh lebih dalam lagi di setiap detiknya semalaman ini.
Dan itu menyakitkan.
Lebih dalam rindu itu, lebih sakit rasanya dadaku.
Padahal aku memilih,
Untuk merelakan rindu itu menyayat jauh lebih dalam lagi di setiap detiknya semalaman ini.
Tentu, pilihanku itu bukan keinginanku.
Lalu aku bisa apa,
Selain menuangkan semuanya pada sebuah tulisan yang tak mungkin dia baca?
Berharap dia tau betapa aku dilanda rindu-pun rasanya ironi saat ini.
Tumpukan notifikasi, yang diantaranya pesan dariku saja belum sempat dia baca.

Aku juga ingin dirindukan seseorang sedalam aku merindukan dia.
Dan aku ingin seseorang itu dia.
Aku ingin dia merindukanku sedalam aku merindukannya...
Aku begitu merindukanmu...

Sabtu, 21 Februari 2015

Ada yang sedang serius menatap layar cell-phone, atau mungkin netbook abu-abu yang sering not responding miliknya.
Dahi yang sedikit berkerut, dipadu dengan bibir atas yang lebih maju dari biasanya.
Sosok yang mau menerima ketidaksempurnaanku, yang juga jauh dari sempurna.
Hingga aku mengira hidupku lah yang paling sempurna,
karenanya...
Ya, aku sedang membicarakan kamu.
Aku akan rindu caramu membuatku cemburu.
Aku akan rindu cercaanmu saat kamu bilang aku keliru.
Aku akan rindu suara falsmu saat kau menembangkan lagu.
Aku akan rindu ceritamu yang seolah-olah perempuan seisi dunia menggilaimu.
Aku akan rindu bagaimana kau diam-diam melihat ke kanan kiri dan sekejap mencium pipiku.
Aku akan rindu perlakuanmu yang seolah-olah tak ingin langkahku terhalangi, sekalipun itu kerikil batu.



Aku akan merindukanmu, dan semua tentang kamu...

Minggu, 26 Oktober 2014

Kita pernah bercerita tentang matahari, dan kali ini kita memilih untuk menjadi berbeda.
Aku menyukai bagaimana dia perlahan menghilang di ufuk barat, sementara kau sebaliknya...
Bagaimana bisa dia mengubah biru menjadi jingga dengan caranya yang begitu singkat dan sederhana?

Senja selalu bisa membuatku terperanga, 
Mengajariku bahwa tak pernah ada kata selamanya.
Mengajariku arti berkorban demi sebuah kebahagiaan fana.

Senja selalu bisa membuatku heran,
Meskipun dia tak lagi ada, warnanya akan selalu terekam dalam ingatan.
Meskipun yang tersisa hanya kegelapan, namun hidup harus tetap berjalan.

Yang perlu ku lakukan adalah mengingat janjinya, bahwa semua hanya sementara.
Kerinduan akan sosoknya dan kesedihan yang seolah tak ada habisnya.
Ya, aku hanya harus bersabar sampai esok hari untuk bisa melihat senja yang sama.
Aku hanya harus menunggu waktu dimana duka melebur dan berubah menjadi tawa.
Layaknya senja yang tak pernah bosan menunggu matahari menyelesaikan tugasnya...

Lalu, bolehkah aku mendengar sepenggal ceritamu?
Tentang matahari dari sisi yang lain...

Senin, 04 Agustus 2014

Maaf, aku memang tak ragu dan telah sepenuhnya percayaimu.
Hanya saja kau sangat bisa dan pantas mendapat yang lebih daripada aku.
Sementara aku harus mempersiapkan diri untuk terbiasa berdiri sendiri dengan kedua kakiku.
Tanpa kamu.

Terima kasih, karena telah menorehkan tinta putih pada lembar buram hidupku.
Meyakinkanku bahwa masih ada yang nyata saat semua terasa semu.
Menyadarkanku akan ketulusan yang hakiki saat dunia begitu penuh palsu.
Yaitu kamu.

Yang menyayangimu, Aku.